Kecewa.

   

 

   Pagi itu tak seperti biasanya. Langit yang kusam menyambut pagi hari dengan rintik - rintik airnya. Kericuhan di rumah pun menemani rerintikan air hujan. Hari ini tak seperti biasanya. Pembagian hasil sudah 21 kali aku lewati. Tapi kali ini terasa berbeda.

    Seperti tak diizinkan untuk segera sampai tujuan, jalanan pun sangatlah padat. Aku pun terus berdoa walau hanya sedikit kesempatan yang ada. 45 menit yang tak biasa untukku sampai tujuan. Jantungku rasanya ingin mencelos saat menginjakkan kaki di tempat itu.

   Akhirnya, tiba juga aku disana. Disambut pula dengan rumor yang tak pasti. Ternyata memang "tak pasti". Nyatanya, aku kembali menghadapi kenyataan yang pahit. Rasanya, ingin segera hilang dari tempat itu. Ini bukan yang pertama kali aku merasa tidak puas dan kecewa. Tapi ini pertama kalinya aku melihat senyum kecewa.

  Lebih baik menahan rasa kecewa pada diri sendiri daripada melihat orang lain yang menahan kecewa karenamu. Senyum bapa dan mama yang terlihat dipaksakan. Pandangan mereka yang kecewa. Semua jelas tersirat pada wajah mereka. Jujur, tak pernah aku membayangkan hari ini akan terjadi.

  Kerasnya persaingan yang memaksaku untuk jatuh. Usaha dan doa yang kurang juga menjadi salah satu faktornya. Tapi aku tak ingin bertekuk lutut ataupun mengangkat bendera putih. Aku butuh terjatuh untuk tahu bagaimana rasanya diatas. Kini, roda kehidupan sedang berada di bawah.

 Maaf untuk kesekian kalinya yang mungkin tak bisa membayar kekecewaan kalian. Tapi aku janji untuk tidak menghadirkan senyum kecewa di wajah kalian. Aku janji untuk memberikan kalian senyum bahagia untuk anakmu. Aku janji untuk memberikan pelukan hangat untuk kalian. Aku janji ma, pah.

"Jangan liat rankingnya. Teteh udah berusaha kok." - Mama

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top